Santi Listi

Saturday, July 2, 2016



A.    PENGERTIAN
Kata vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing.
Vertigo adalah gejala klasik yang dialami ketika terjadi disfungsi yang cukup cepat dan asimetris system vestibuler perifer (telinga dalam). (Smeltzer & Bare, 2002).
Vertigo adalah sensasi berputar atau berpusing yang merupakan suatu gejala, penderita merasakan benda-benda di sekitarnya bergerak-gerak memutar atau bergerak naik-turun karena gangguan pada sistem keseimbangan. (Sherwood, 2001)
Vertigo adalah sensasi berputar atau pusing yang merupakan suatu gejala penderita merasakan benda-benda disekitarnya bergerak-gerak memutar atau bergerak naik turun karena gangguan pada system keseimbangan (Arsvad Soepardi Efiaty dan nurbaiti. 2002).
Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi diruangan. Banyak system atau organ tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan mempertahankan keseimbangan tubuh kita. Keseimbangan diatur oleh integrasi berbagai system diantaranya system vestibular.  System visual dan system somato sensorik (propioseptik). Untuk mempertahankan keseimbangan diruangan, maka sedikitnya 2 dari 3 sistem , system tersebut diatas harus difungsikan dengan baik. Pada vertigo, penderita merasa atau melihat lingkunganya bergerak atau dirinya bergerak terhadap lingkungannya. Gerakan yang dialami biasanya berputar namun kadang berbentuk linier seperti mau jatuh atau rasa ditarik menjauhi bidang vertikal. Pada penderita vertigo kadang-kadang dapat kita saksikan adanya nistagmus. Nistagmus yaitu gerak ritmik yang involunter dari pada bola mata (Lumban Tobing . S.M. 2003).

B.     ETIOLOGI
Vertigo merupakan suatu gejala, penyebabnya antara lain akibat kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak, dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.

penyebab umum vertigo :

1.      Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.
2.      Obat-obatan, alkohol.
3.      Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo (jenis vertigo yang menyerang dalam waktu yang singkat tetapi bisa cukup berat yang terjadi secara berulang-ulang. Vertigo ini muncul setelah terserang infeksi virus atau adanya peradangan dan kerusakan di daerah telinga tengah. Saat menggerakkan kepala/ menoleh secara tiba-tiba maka gejalanya akan muncul), infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere, peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
4.      Kelainan neurologis : tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin, persyarafannya atau keduanya.
5.      Kelainan sirkularis : gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak (transient ischemic attack) pada arteri vertebral dan arteri basiler.

Etiologi vertigo yang lain :

1.      Penyakit sistem vestibuler perifer :
·         Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
·       Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
·      Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.
·         Nervus VIII : infeksi, trauma, tumor.\
·      Inti vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks.
2.      Penyakit SSP :
·         Hipoksia Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.\
·         Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
·         Trauma kepala/labirin.
·         Tumor, migren, epilepsi.
3.      Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula adrenal, keadaan menstruasi-hamil-menopause.
4.      Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
5.      Kelainan mata : kelainan proprioseptik.
6.      Intoksikasi.

C.     PATOFISIOLOGI
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei nervus III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik. Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus,unsteadiness, ataksia saat berdiri/berjalan dan gejala lainya.

D.    MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.
Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu keadaan tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas.Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan  vertigo. Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun.
Pada   anamnesis,   pasien   mengeluhkan   kepala   terasa   pusing   berputar   pada perubahan posisi kepala dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada perubahan   posisi   kepala   dan   akan   berkurang   serta   akhirnya   berhenti   secara spontan  setelah  beberapa  waktu.  Pada  pemeriksaan THT  secara  umum  tidak didapatkan kelainan berarti, dan pada uji kalori tidak ada paresis kanal.
Uji posisi dapat membantu mendiagnosa vertigo, yang paling baik adalah dengan melakukan manuver Hallpike : penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada kedua sisi oleh pemeriksa, lalu kepala dijatuhkan mendadak sambil menengok ke satu sisi. Pada tes ini akan didapatkan nistagmus posisi dengan gejala :
1.      Penderita vertigo akan merasakan sensasi gerakan seperti berputar, baik dirinya sendiri atau lingkungan
2.      Merasakan mual yang luar biasa
3.      Sering muntah sebagai akibat dari rasa mual
4.      Gerakan mata yang abnormal
5.      Tiba - tiba muncul keringat dingin
6.      Telinga sering terasa berdenging
7.      Mengalami kesulitan bicara
8.      Mengalami kesulitan berjalan karena merasakan sensasi gerakan berputar
9.      Pada keadaan tertentu, penderita juga bisa mengalami ganguuan penglihatan
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.
E.     Komplikasi
1.      Cidera fisik
Pasien   dengan   vertigo   ditandai   dengan   kehilangan   keseimbangan   akibat terganggunya   saraf   VIII   (Vestibularis),   sehingga   pasien   tidak   mampu mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2.      Kelemahan otot
Pasien yang  mengalami vertigo  seringkali tidak melakukan  aktivitas. Mereka lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan kelemahan otot.

F.      PENATALAKSANAAN
1.      Penatalaksanaan medis

Terapi menurut Kang (2004), terdiri dari :
·         Terapi kausal
·         Terapi simtomatik
·         Terapi rehabilitatif
2.      Langkah-langkah untuk meringankan atau mencegah gejala vertigo :

·         Tarik napas dalam-dalam dan pejamkan mata.
·         Tidur dengan posisi kepala yang agak tinggi.
·         Buka mata pelan-pelan, miringkan badan atau kepala ke kiri dan ke kanan.
·         Bangun secara perlahan dan duduk dulu sebelum beranjak dari tempat tidur.
·         Hindari  posisi membungkuk bila mengangkat barang.
·         Gerakkan kepala secara hati-hati






G.    KLASIFIKASI
Vertigo yang terjadi oleh karena kelainan pada sistem vestibular disebut vertigo vestibular, dan yang timbul pada kelainan sistem somatosensori dan visual disebut vertigo nonvestibular.
Perbedaan klinis Vertigo vestibular dan nonvestibular adalah sebagai berikut :
1.      Vertigo Vestibular.
Sifat vertigo : rasa berputar.
Serangan : Episodik
Mual/Muntah : (+)
Gg.Pendengaran : kadang-kadang
Gerakan Pencetus : Gerakan kepala
Situasi Pencetus : Tidak ada 

2.      Vertigo Nonvestibular.
Gejala : Melayang, sifat serangan kontinyu, tidak ada mual/muntah, tidak ada gannguan pendengaran, gerakan objek visual sebagai pencetus, situasi pencetus karena keramaian

Berdasarkan etiologi , maka vertigo dibagi atas :
1. Vertigo perifer : jika kelainan di sistem vestibular, labirin
2. Vertigo sentral : jika kelainan di batang otak, serebellum, korteks serebri.





H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.       Pemeriksaan  CT-scan atau MRI kepala dapat menunjukkan kelainan tulang atau tumor yang menekan saraf. Jika diduga infeksi maka bisa diambil contoh cairan dari telinga atau sinus atau dari tulang belakang.
b.     Pemeriksaan angiogram, dilakukan karena diduga terjadi penurunan aliran darah ke otak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya sumbatan pada pembuluh darah yang menuju ke otak.
c.       Pemeriksaan khusus : ENG, Audiometri dan BAEP, psikiatrik.
d.      Pemeriksaan tambahan : EEG, EMG, EKG, laboratorium, radiologik.
e.       Pemeriksaan fisik : mata, alat keseimbangan tubuh, neurologik, otologik, pemeriksaan fisik umum.

I.       DIAGNOSA YANG SERING MUNCUL

1.      Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, stress dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasopressor.
2.    Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat.
3.   Defisiensi pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber informasi, kurang kemampuan mengingat.






J.       INTERVENSI
1.      Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, stress dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasopressor.

Intervensi :

·         Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri.
R : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
·         Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.
R : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
·         Atur posisi pasien senyaman mungkin.
R : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
·         Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam.
 R : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman.
·         Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
R : untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.
2.      Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat.

Intervensinya :

·         Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.
R : Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
·         Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
R : klien akan merasakan kelegaan setelah mengungkapkan segala perasaannya dan menjadi lebih tenang.
·         Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan dan hasil yang diharapkan.
R : agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang diterimanya, dan memberikan klien harapan dan semangat untuk pulih.
·         Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan dari kegiatan yang dapat diajarkan.
R : membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.
1.      Defisiensi pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber informasi, kurang kemampuan mengingat. Tujuan : klien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur, dan proses pengobatan.

Intervensinya :

·         Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
·         Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
·         Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.
R : untuk mengurangi kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien tetang penyakitnya.
·         Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
·         Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal.
R : agar klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh yang kurang baik.
·         Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan.
R : dengan memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat mengurangi sakit kepala sendiri dengan tindakan sederhana, seperti berbaring, beristirahat pada saat serangan.









DAFTAR PUSTAKA

1.      Doenges, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
2.      Kang L S,. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur, Cermin Dunia Kedokteran No. 144, Jakarta, 2004.
3.      Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.Vol.2. Jakarta: EGC.
4.      Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia: dari sel ke sistem, Ed: 2. Jakarta: EGC
5.      Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner & Suddarth, vol:3. Jakarta: EGC